SEMUA NASKAH PENTAS DI BLOG INI TELAH DIPROTEKSI DAN TIDAK DAPAT DISALIN SECARA LANGSUNG

Himbauan

Mementaskan naskah di blog ini harus seizin penulis.

Rabu, 09 November 2011

Rizalah Karaeng Pattingngalloang





RISALAH
Karya : Jacob Marala

KENANGAN BUAT TEMAN –TEMAN DI LATAMAOSANDI 1979 DKM JL IRIAN 69

  
TAKLAMA LAGI ACARA AKAN DIMULAI. PARA PEMAIN SUDAH BERADA DI TEMPAT MASING-MASING. MEREKA BEKU. SEORANG ANEH PEMBAWA RIZALAH MUNCUL DAN BERKATA : 


Kana' kanayong, kanayong karunrung tepo'
Karunrung tepo' karunrung ta'layu'-layu'
Ikau tu ni sombayya, pilangngerinne kanangku :

Wahai kawula. Dengarkan kataku. Ada 5 tanda keruntuhan suatu pemerintahan:
Pertama: jika pimpinan yang memerintah tak mau lagi diingatkan.               
Kedua: jika tidak percaya lagi kepada orang cerdas dalam negeri.                           
Ketiga: jika penegak hukum sudah menerima suap.              
Keempat: jika keramaian sudah membrutal di dalam negeri.                        
Kelima: jika pemerintah tidak lagi mengasihi rakyatnya...........  Ingat itu. (MENGHILANG)


PENGUASA               : (TAMPIL DIATAS MIMBAR) Saudara-saudara, hari ini sungguh aku berterima kasih. Aku bangga menyaksikan

                                      kehadiran kalian dari segenap penjuru negeri ini. Bagi saya peribadi, sungguh membuat saya merasa terharu,
                                      menyaksikan semangat kalian yang sungguh penuh antusias. Ini adalah sebuah pertanda sokongan moril terhadap pemerintahan kami. Saya tahu, manakala dibawah kepemimpinanku, ada saja kelompok-kelompok yang kurang senang, sehingga disana sini terjadi demo dan keritikan-keritikan, bahkan kecaman-kecaman yang tidak sepatutnya itu terjadi. Tapi berkat kesabaran dan kesadaran yang tumbuh di alam demokrasi, maka kesemuanya itu  kami anggap sebagai satu awal dari sebuah kemajuan terhadap suatu perjuangan,  menuju  harapan yang dicita-citakan. (SUARA TEPUK TANGAN MEMBAHANA DALAM RUANGAN)
                                      Saudara-saudara. Mari rapatkan bariasan. Memang disana-sini masih terdapat ketimpangan-ketimpangan, dan dengan menyadari hal tersebut maka kita perlu mengadakan satu langkah tepat yakni; akselerasi di segala bidang terutama bidang Ekonomi, Hukum, Politik dan Budaya. Semua ini perlu kita tingkatkan, dan dengan bersama, kita pasti “Bisa”!  (HADIRIN KEMBALI TEPUK TANGAN)
  
PERD. MENTERI      : (BERSEMANGAT) Setuju !!                  
                                                 
SELURUH HADIRIN BARDIRI SEBAGAI TANDA HORMAT KEPADA PENGUASA, PERDANA MENTERI MEMBERI JABATAN TANGANNYA MENYUSUL YANG LAIN KECUALI SANG PROFESSOR TETAP TENANG SAMBIL TERSENYUM SINIS. PELAYAN YANG SEJAK TADI SIBUK MENYIAPKAN SANTAPAN PARA HADIRIN, PUN TELAH SIAP. UNTUK LEBIH MERIAHNYA ACARA SANG PENGUASA, PERDANA MENTERI BERDIRI MEMBERI KODE KEPADA SESEORANG: MUSIK PENGIRINGPUN DIBUNYIKAN, DAN PARA PENARI BERMUNCULAN DENGAN GAYA MENGGODA KEPADA HADIRIN TERLEBIH KEPADA SANG PENGUASA.... SEBELUM  MENINGGALKAN RUANGAN, SALAH SEORANG DIANTARA MEREKA MENYERAHKAN PIRING KEPADA SANG PENGUASA SEBAGAI TANDA SANTAP BERSAMA DENGAN PARA PENGUASA LAINNYA SEGERA DIMULAI. PENGUASA MEMANDANGI PERDANA MENTERI DENGAN PENGERTIAN AGAR PINTU DEPAN DITUTUP DAN MEMATIKAN SEMUA LAMPU-LAMPU LUAR.

PERD. MENTERI        : Pelayan, tutup pintu depan dan matikan semua lampu di  luar.

PELAYAN                     : Baik yang mulia...................... (SUASANA PUN TIBA-TIBA BERUBAH MENJADI SUASANAPERTEMUAN PARA PENGUASA) ACARA SANTAP BERSAMA DIMULAI, SANG PENGUASA MEMBUKA PEMBICARAAN...........


PENGUASA                 :  Sambil menikmati, (KEPADA HADIRIN YANG SEMENTARA       
                             ME  NIK   MATI HI DA NGAN) perlu diketahui  bahwa; Aku telah mengirimkan beberapa orang utusan keluar negeri, untuk meyakinkan pendapat dunia bahwa pemerintahanku adalah benar dan baik, akusuruh kepada Menteri Luar negeriku, mengatakan dimanapun, bahwa pegawai negeri di negeriku ini paling terjamin. Tak ada pengangguran, kalau adapun hanya kecil saja. Mereka para penganggur itu dijamin ekonominya. Bahkan kusuruh pula menteriku itu mengabarkan para pengarang dan seniman-seniman di negeriku ini, di beri fasilitas sepenuhnya, hingga ada suatu tempat pertemuan dan bunglow-bunglow di tempat peristirahatan yang khusus disediakan buat mereka dengan cuma-Cuma. (HADIRIN TEPUK TANGAN. KECUALI PROFESSOR TERSENYUM SAMBIL MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA)
                                                   
UNDANGAN  I              : ( MENGISAP ROKOK CERUTUNYA) Aku setuju   itu.Tapi apakah Menteri Luar Negeri kita itu dapat di percaya ?  Setidak-tidaknya tidak perlu diragukan kesetiaannya kepada kita ?

PENGUASA                 : Oww... itu tentu saja. Aku memilih orang tidak sembarangan.  Aku mengangkat mereka, untuk melaksanakan perintah-perintah yang aku berikan. Aku tidak mengangkat mereka yang bakal merobohkan aku (SUARA TAWAPUN MELEDAK TERMASUK SANG PROFESSOR YANG MESKI LAIN DARI BIASANYA. IA LEBIH BANYAK MENGEKSPRESSIKAN  KEPAHITAN PERASAANNYA DARI PADA KERIANGANNYA. PENGUASA YANG CUKUP TANGGAP MENYAKSIKAN PROFESOR, IA LALU TERSENYUM DAN MEMANGGILNYA)
Profesor, apa ada yang anda pikirkan di rumah ?  Katakan saja kalau ada kesulitan. Aku akan segera membantu penyelesaiannya. Bagaimana, ada ?

PROFESOR                 : Oh, Yang Mulia. Hanya ada satu kesulitan kecil saja yang pernah kutemui akhir-akhir ini, Yang Mulia.

PENGUASA                 : Kalau begitu katakan. Aku akan segera mengambil langkah. Sekarang juga Profesor ?

PROFESOR                 : Tidak, Yang Mulia. Nanti kita bicarakan sesudah makan malam ini selesai.

PENGUASA                 : Baiklah.  Itu hebat sekali. Timingnya sangat tepat. (TERSENYUM LALU  MENGGABUNGKAN  DIRI KEDALAM KELOMPOK  YANG SUDAH DIAM MENIKMATI         HIDANGAN YANG PALING NIKMAT. SAMBIL MENGUNYAH ISI MULUTNYA, SANG PENGUASA BERKATA..... )              -Mana musiknya ?

PERD.MENTERI         : (CEPAT-CEPAT MEMBERI ABA-ABA KEPADA SESEORANG) Musik !..........

PENGUASA                 : Jangan lupa ya, kegemaranku minggu ini bukan lagi Iwan Fals atau Dul Sumbang, (PARA MUSISIPUN BERAKSI MENGALUNKAN LAGU “PERAHU RETAK” SYAIR: FRENGKI SAHILATUA)                                   

(TIBA-TIBA PENGUASA MEMBERI KODE AGAR MUSIK DIHENTIKAN, SEBAB ADA BAGIAN SYAIR LAGU YANG MENYINGGUNG PERASAAN, SANG PENGUASA)

PENGUASA                 :  Menteri, hentikan musik itu.

UNDANGAN  I              :  Ada apa yang Mulia  ?

                                PENGUASA                 :  Tiba-tiba aku merasa sensitif.

PERD. MENTERI        :  (MENDATANGI PROFESOR)  Ai, Profesor... kenapa                 anda Kurang sedap makannya kali ini ? Biasa sajalah. Apa anda belum terpenuhi kesenangannya ?  Hobi andakan      gulai daging yang banyak bawang gorengnya bukan ?                            

UNDANGAN  II               :  Betul, lain dengan Perdana Menteri.  Dia senangnya sayur sop dengan banyak tepung merica yang halus, lalu dicampur dengan wiski sedikit, terus dicampur dengan nasi.

UNDANGAN III             :  Dan dia lebih suka cuci tangan dengan bir daripada air hangat  (TAWAPUN MELEDAK)          


PROFESOR                 :  (TENANG SAMBIL TERSENYUM)  Yang Mulia, Dalam seumur hidupku, baru kali ini aku mengalami makan malam yang paling lezat, Begitu lezatnya , sehingga aku lupa bahwa kita makan harus sambil berkata-kata. 
                                     
                                    (PARA PENGUASA KEMBALI MELEDAKKAN TAWA)
                              
PENGUASA             :  (DENGAN KEPALA YANG MANGGUT-MANGGUT)   Rakyat    sampah saja yang tak berani makan sambil tertawa atau  berkata, profesor. Sebab mereka hawatir jadi malu kalau     dilihat oleh orang yang lebih tinggi derajatnya. Tapi kita, disini, yang paling tinggi derajatnya. Untuk apa kita berbuat seperti mereka ? ...........
                              Memang  hukumlah yang harus mengabdi pada kita.           Bukan penguasa dan kawan-kawannya yang harus mengabdi kepada hukum. Begitukan, pak Hakim, pak Jaksa ?

JAKSA                       : Bisa diatur.

HAKIM                       : Bersama kita bisa.

PERD. MENTERI    : Betul Yang Mulya. Tak ada barang hidup yang harus mengabdi kepada barang mati. Hukum hanya tulisan.                 
                              Seperti tulisan yang lainpun, nasibnya terserah pada kita           dan para pendukungnya. Sarjana kita setuju bukan ?

PROFESOR               : (DENGAN DINGIN) Tuan-tuan akan menghadapi sejarah. Apakah tuan benar atau salah, bukan tuanlah yang akan menentukan. Tuan akan menghadapi mahkama sejarah.

PERD. MENTERI      : Eei.. Itu mengerikan sekali. Tuan Profesor bergurau atau menakut-nakuti ?

PROFESOR               : Aku bergurau, Tuan Menteri. Tapi tidak setiap yang lucu itu  tidak nyata. Banyak sekali kenyataan-kenyataan yang karena nyatanya, lalu menjadi lucu. 

PENGUASA               : (MEMBAKAR CERUTUNYA LALU MENIKMATINYA BEBERAPA SAAT).......  Baiklah Profesor, anda selaku penasehat peribadiku, bisa melaporkan sekalipun tidak resmi semua yang perlu. Apa lagi  anda sebagai Pengawas dan Pemegang izin Penerbitan dan Penelitian PendapatUmum.                                 
 Bagaimana, ada yang penting ? .......Kalau tidak ya masalah peribadipun boleh.

PROFESOR               : Tak ada Yang Mulia. Hanya saya butuh kertas dalam jumlah agak besar. Untuk menerbitkan buku saya yang baru.

PENGUASA               : Hm.. Apa judulnya ?

PROFESOR               : Judulnya “ Negara dan proses pembudayaan manusia” dengan subtitel “Satu analisa eksistensialis tentang fungsi dan sifat negara yang sejati”

PENGUASA          : Coba bacakan, Menteri. Ambil saja Pendahuluannya, lalu  kesimpulan ahirnya...    
                          (PERDANA MENTERI SEGERA MENGAMBIL BUNDEL YANG DIULURKAN OLEH TANGAN PROFESOR....... DENGAN SUARA YANG TEGAS, TERANG DAN LANCAR.

                                                           
PERD. MENTEWRI  : Pada bagian pendahuluannya.... mengatakan sebagai berikut : “ Sampai abad ini hampir mengalami ujungnya yang paling ahir, manusia, orang seorang adalah warga dari negaranya. Tidak ada seorang yang tidak merupakan atau menjadi warga negara. Artinya, ia adalah dengan sendirinya, subyek hukum. Artinya pula kemudian, ia sebagai manusia , ia punya hak dan kewajiban. Sebagai manusia, sekaligus warga negara, ia mempunyai hak-hak azasi, hak yang paling dasar, yang tak boleh diganggu gugat, hak yang paling dasar, yang dikatakan sarat mutlak untuk adanya sebagai manusia.
                                      Sebaliknya, selain ia punya hak, maka ia pun kewajiban yang umum dan hakiki ialah, bahwa ia sebagai manusia sekaligus warga negara, ia harus menghormati, menjaga hak orang lain. Itu adalah kewajiban. Dan tugasnya yang paling pokok dan fundamentil.  Manusia adalah kemerdekaannya. Artinya, tanpa itu, tidak ada hak-hak azasi, tidak ada kewajiban, bahkan tanpa kemerdekaan itu, manusia itu sendiri jadi tidak masuk akal, jadi tidak bisa ada. Dan yang sudah ada, bila terampas kemerdekaannya, maka iapun akan pasti kehilangan keberadaannya. Tapi yang perlu dan harus diingat lagi ialah, bahwa hingga saat kini, dimanapun di negara apapun, pemerintah dalam abad Millenium ini, selalu lebih kaya, lebih mewah, lebih berlebihan dalam segala bidang, baik politik, ekonomi maupun sosial, dari pada kehidupan
  massa rakyatnya. Ini adalah suatu gejala penyakit moril sprituil, yang menghinggapi kaum pemerintahan dalam Abad
Millenium ini, yang akibatnya adalah chaos, malapetaka yang menimpa nasib rakyat dalam kurun zaman Abad Millenium ini. (BERHENTI MEMBACA DAN BICARA KEPADA PENGUASA) : Yang Mulia, rasanya tulisan Profesor, kali ini sudah jadi lain Yang Mulya.

PENGUASA               : Menteri, Profesor kita itu adalah penasehat peribadiku. Karena itu untuk detik ini, aku maklumi dia, lagi pula jangan lupa kata-kata anda, bahwa tak ada barang hidup yang harus mengabdi kepada barang mati. Bukan begitu Menteri ?

PERD. MENTERI  :Tapi Yang Mulia, terus terang nafasku jadi sesak, denyut jantungku tidak karuan gara-gara tulisan,Profesor kita ini.

PENGUASA             : Itu karena kau terlalu banyak makan sup yang dicampur dengan merica halus tambah wiski. (MELIRIK KEPADA SALAH SEORANG UNDANGAN)  Kau, teruskan, baca lanjutan tulisan Profesor, kita...........
   
UNDANGAN  III        : Pemerintah, kata lain dari Penguasa adalah penjajah atau pengganti dari suatu penjajah atas bangsanya sendiri. Ini adalah suatu penyakit yang mengancam kehidupan dalam keseluruh sektor, wilayah kehidupan, peradaban manusia. Dus existensi manusia dihadapkan dengan pertanyaan ada atau menjadi tidak ada. Yang perlu diingat dan dilaksanakan ialah, bahwa seharusnya rakyat, manusia dimana-mana janganlah berpendapat lain, bahwa negara bukanlah sesuatu yang merupakan percobaan yang buta dari sesuatu kekuasaan. Manusia haruslah berpegang sepenuhnya pada pendapat yang mengatakan, bahwa negara adalah satu kenyataan hidup, satu fase yang harus dialami, dicapai, dalam proses pembudayaan manusia, yakni proses kehidupan itu sendiri, proses penyempurnaan hidupnya lahir bathin, sebagai keseluruhan dari satu masyarakat atau bangsa. Tapi bagaimanakah  sekarang dengan kenyataannya yang sesungguh-sungguh  nya ?  Berlawanan dengan teori dan kehendak umum universil dari seluruh manusia yang hidup  diseluruh wilayah ini. Berlawanan dengan hak-hak kodrat, hak-hak azasi rakyat, manusia diseluruh dunia. Kenyataan masih menunjukkandengan sejelas-jelasnya kepada kita bahwa Kaum Politisi, Kaum Penguasa berlaku sebagai penjajah dimanapun, sekalipun di negeri sendiri, terhadap bangsanya sendiri. Ini bertentangan dengan budi nurani universil. Ini adalah penyakit, penjara, bahkan belenggu terhadap manusia dan peri kemanusiaan. (PENGUASA MENGHARDIK....)

PENGUASA           : Tunggu !!!.............  Profesor, apa kau sudah gila he ?
   
PROFESOR             :  Tenang, Yang Mulia. Jangan tegang mendengarkan isi tulisan saya. Anggap saja angin lalu. Aku adalah penasehat peribadi Yang Mulia. (MENYODORKAN SEGELAS AIR MINUM KEPADA PENGUASA).

PENGUASA             : (MELETAKKAN GELAS MINUM....) Untuk kedua kalinya aku memberimu maaf Profesor........  Menteri, engkau sendiri bagaimana ? Apa penyakit  jantungmu sudah sembuh ?

PERD. MENTERI    : yang Mulia, aku samasekali tidak jantungan. Tadi nafasku sesak karena aku terlalu beremosi membaca tulisan sang profesor, Yang Mulia.

PENGUASA             : Kalau begitu kurangi emosi, atur pernafasan, lalu kembali kau bacakan tulisan Profesor, guru besar kita.

PERD. MENTERI    :(KEMIMBAR MENERUSKAN PERINTAH PENGUASA)  Manusia ahirnya akan sadar, bahwa dirinya bukan benda mati, bukan obyek. Karena kesadarannyalah, maka mereka adalah subyek, mereka adalah persona. Ia harus bebas merdeka. Sebab sekali lagi manusia adalah kemerdekaannya. Kemerdekaan ialah situasi. Dimana ia dengan leluasa memperkembang kehidupannya. Memperkembang existensinya, memperkembang hakekat dan cara beradanya di dunia ini. Bila satu saat akan atau telah datang situasi yang bertentangan dengan hak-hak azasi, hak kodrat, bertentangan dengan existensi manusia rakyat, maka manusia sebagai mahluk hidup akan bangkit. Pasti mereka akan bangkit dan menghadapinya hingga selesai...”

PENGUASA             : (MEMBENTAK PERDANA MENTERI.) Menteri, tutup mulutmu. Cukup sudah aku dibakarnya. Lempar kertas yang memuakkan itu. Cepat lemparkan ! Buang saja.
(KEPADA PROFESOR) Benar-benar kau sudah gila Profesor. Apa kau sudah jemu hidup ?

PROFESOR             : Bagaimana tuan Yang Mulia bisa Marah seperti ini ?. Keritik saya itu tidak kepada tuan alamatnya.

PENGUASA               : Persetan !  Bangsat !  Tapi disitu aku ikut terserang. Kau katakan abad millenium. Aku juga hidup diabad ini. Kau katakan, dimana,  diseluruh wilayah bumi ini. Dan aku adalah salah satu penguasa yang menghuni bagian bumi ini, jadi..................

PROFESOR               : Sabar Yang Mulia. Itu demi keselamatan seluruh  manusia, dikurun zaman ini. Dan bukan ditujukan kepada satu peribadi tertentu. Sama sekali tidak. Itu hanya satu peringatan bagi semua manusia. Dan itu adalah kewajiban saya, selaku manusia. Aku bertanggung jawab dan harus berlaku demikian,  sebab aku terlanjur menjadi sarjana ! Atau intelektuil.  Itu satu kewajiban bagi saya, Yang Mulia. Sebab aku ini manusia, aku harus bercinta kasih. Sebab sumber dari adaku ini adalah Maha Cinta Kasih.......

PENGUASA               : Cukup !....... Menteri,  tangkap anjing itu.  (SANG PROFESORPUN DIRINGKUS OLEH BEBERAPA ORANG). (SAMBIL MENODONGKAN REVOLVER KEKEPALA PROFESOR)

PROFESOR      : Jangan dengan tembakan, Yang Mulia.  Orang lain bisa mendengarnya. (PENGANIAYAANPUN BERLANGSUNG........)
 Yang Mulia, semua ini tak berguna. Sebab naskahku telah terbit berbulan yang lalu, dalam jumlah ribuan buku. Masyarakatmu telah membacanya.

PENGUASA               : Baik !  Baik !...... tapi kau mesti menjadi penebusnya. Nyawamu tak tertolong oleh siapapun !

PROFESOR               : Silahkan, saudara. Kamu bisa berbuat apa saja. Tapi keyakinan takkan mati-mati...........  Dan akan datang saatnya pemilik-pemilik negara ini akan merenggut segala sesuatu darimu. Bahkan nyawamu pun akan direnggutkan, tanpa peduli.


PENGUASA               : Rasakan !  Bangsat !  (PEMBANTAIANPUN BERLANGSUNG. BUNYI TEMBAKAN  MERUPAKAN AWAL DARI PERLAWANAN RAKYAT NEGERINYA.

PERD. MENTERI      : Massa menyerbu Istana Yang Mulia.

UNDANGAN III           : Mereka bersenjata Yang Mulia..........

          (SUARA TEMBAKAN GENCAR TERUS MENJALAR DISEGENAP PENJURU NEGERI. SUASANA KIAN KACAU. SELURUH ALAM BERADA DALAM KEADAANNYA MASING-MASING, DALAM SUASANANYA MASING-MASING. SUASANAPUN JADI CHA OS......... SELURUH ISI ISTANA TERKAPAR )

(ORANG ANEH MUNCUL SEPERTI SEMULA)                                                                                 
   
Wadduh. Apa aku bilang... (KETEMPAT MUSISI. MEMETIK GITAR DAN MENYANYI)    
Beginilah jadinya, Jika pimpinan yang berkuasa tak mau lagi diingatkan.                
Inilah akibatnya Jika Orang cerdas tidak lagi dipercaya.                                                                  
Celakanya, Jika penegak hukum sudah menerima suap.                    
Karena itu waspadalah Jika keramaian sudah membrutal di dalam negeri.               
Sebab setan laknat menggoda pemerintah untuk tidak lagi mengasihi rakyatnya.
Lima tanda, Lima pelanggaran. Sempurnalah sudah. Kacau, hancur dan musnahlah segalanya.                                                            
(CAHAYA PERLAHAN MEREDUP MENGIRINGI SYAIR LAGU YANG TERAKHIR)

                                                                               SELESAI
                                    _________________________________________________     Naskan ini diadaptasi dari cerita pendek, Sides Sudiarto. DS yang berjudul “PESTA DARAH” dari majalah Horison.
                                    _________________________________________________________

(Bicara Mangkasara’na limayya passala’)

(Intro)                Kanak kanayong / kanayong karunrun tepo’                          Amma’ Ciang dendang  3 X
Karunrun tepo’ / karunrun ta’layu’-layu’                                         Tallullawara’ leko’na
Ikau tu ni sombaya, / pilangngerinne kanangku                                 Alla napa’ la’ langi
                                                                                                                           Sikonto bonena lino
Nia’ 5 passala’ maka lanruntungi nikanayya pa’rasangang :                                               Amma’  Ciang
Maka 1. Punna tu ni sombayya taenamo naero’ ni pakainga’
Maka 2. Punna taenamo nitappa ri tu cara’de’ ilalang pa’ rasangang
Maka 3. Punna angnganremi pa soso’ tu ma’bicarayya
Maka 4. Punna sa’ge jaimi passua-suarrang ilalang pa’rasangang
Maka 5. Punna tumapparentayya taenamo nakamaseangi atayya

1.Penguasa 2.Perdana Menreri 3.Profesor 4.Jaksa 5.Hakim 6.7.8.Undangan-(I,II,III) 9.Seseorang
10.Musisi+Vocal Group.(6 Orang) 12.Pelayan-pelayan(2 Orang)